Afdal Zikri Dampingi Kasus Asmirandah di PA Depok

Senin, 25 November 2013

Secara mengejutkan Asmirandah Zantman (24) mengajukan pembatalan perkawinannya terhadap Jonas Rivanno Watimena (25) di Pengadilan Agama (PA) Depok, Jawa Barat, 7 November 2013 lalu. Praktis tak sampai satu bulan setelah pasangan seleb ini dikabarkan menikah diam-diam, setelah Vano masuk Islam, pada tanggal 17 Oktober 2013 lalu.
Dikutip dari Tribunnews.com (25/11), permohonan Andah tersebut terdaftar di PA Depok dengan nomor 2390/Pdt.G/PA.Dpk. Andah diwakili pengacaranya, Afdhal Zikri,SH.MH,  Sekilas disebutkan PA Depok seputar alasan dari pendaftaran permohonan pembatalan pernikahan ini, yakni Vanno tidak serius menjadi mualaf, tidak sungguh-sungguh meyakini agamanya. Mungkin ada yang bertanya-tanya, mengapa Andah tidak menggugat cerai. Sebab, yang biasa kita dengar adalah istilah “perceraian”. Nah, apa beda pembatalan pernikahan dan perceraian? Uraian berikut ini akan mengungkap perbedaannya.
Pembatalan perkawinan oleh pengadilan merupakan salah satu bentuk putusnya perkawinan, selain karena kematian dan perceraian. Dalam hubungan ini, putusnya perkawinan karena perceraian dan pembatalan perkawinan baru sah secara hukum negara dengan putusan pengadilan. Jadi, pembatalan perkawinan dan perceraian sama-sama dilakukan di muka pengadilan. Bedanya, pembatalan perkawinan hanya dapat dilakukan oleh hakim di muka pengadilan. Tanpa pembatalan demikian perkawinan tetap berlangsung dengan segala konsekuensi hukumnya.
Sedangkan perceraian, dalam Islam, bisa saja dilakukan secara agama (dengan penjatuhan talak oleh suami). Talak mana bisa saja belum/tidak disahkan secara hukum negara (di pengadilan). Akan tetapi istri yang telah ditalak suami demikian telah cerai secara agama dan tidak boleh lagi dicampuri (digauli), sekalipun talaknya belum disahkan pengadilan. Pembatalan perkawinan memang dibolehkan dan diatur dalam Bab IV UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mulai Pasal 22 s/d Pasal 28. Perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.
Tidak memenuhi syarat secara formil meliputi perkawinan dilangsungkan di hadapan pegawai pencatat nikah yang tak berwenang; wali nikah yang tidak sah; perkawinan tanpa dihadiri dua orang saksi; dll. Di samping itu, seorang suami atau istri dapat membatalkan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman atau pemaksaan; atau salah sangka mengenai diri suami atau istri.
Dihubungkan dengan kasus pembatalan perkawinan Andah-Vanno, misalnya, beberapa alasan pembatalan perkawinan di atas memiliki kecocokan. Terutama poin pemaksaan dan salah sangka. Dalam konferensi pers sebelumnya Andah mengakui telah meminta Vanno masuk Islam. Sangat mungkin Vanno merasa terpaksa pindah keyakinan demi bisa mengawini kekasihnya. Di hati kecil Vanno tak mau masuk Islam.
Kelihatan oleh Andah bahwa Vanno telah jadi mualaf. Hal ini dibuktikan Vanno dengan kesediaannya mengikrarkan Dua Kalimat Syahadat. Belakangan, Andah salah sangka. Ternyata, Vanno tak benar-benar meyakini agama barunya tersebut. Sementara itu, Pasal 2 UU Perkawinan tegas menyatakan, “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.” Perkawinan Andah-Vanno dilangsungkan menurut hukum agama Islam. Karena itu, secara formil-prosedural pernikahan ini dianggap sah. Namun, secara materil, perkawinan ini sebenarnya tak sah jika benar Vanno tidak sungguh-sungguh jadi mualaf.
Jika permohonan pembatalan perkawinan oleh Andah tersebut dikabulkan hakim, maka konsekuensi hukumnya perkawinan yang pernah dilangsungkan tanggal 17 Oktober 2013 tersebut, dinyatakan batal dimulai sejak putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap dan berlaku ke belakang sejak saat berlangsungnya perkawinan. Perkawinan seolah tak pernah ada.

Pengecualian dari berlaku surutnya putusan pembatalan perkawinan adalah terhadap:
  1. anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut: 
  2. suami atau istri yang bertindak dengan itikad baik, kecuali terhadap harta bersama, bila pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan lain yang lebih dahulu; dan] 
  3. orang-orang atau pihak ketiga lainnya sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan itikad baik sebelum putusan pembatalan perkawinan mempunyai kekuatan hukum tetap.
Itu bedanya lagi dengan perceraian. Dalam perceraian, perkawinan tetap diakui eksistensinya sejak tanggal perkawinan dilangsungkan sampai putusan perceraian berkekuatan hukum tetap. Perceraian dengan segala akibat hukumnya dihitung sejak putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, tidak berlaku mundur ke belakang.
Nah, bagaimana jika sebuah keluarga mengalami masalah—percekcokan terus-menerus, selingkuh, KDRT, dll—apakah bisa dilakukan pembatalan pernikahan ala Asmirandah?  Jawabnya: tidak bisa. Solusi pemutusan perkawinan jika timbul masalah setelah perkawinan adalah dengan mengajukan permohonan perceraian, baik cerai gugat (oleh istri) maupun cerai talak (oleh suami).
Pembatalan perkawinan hanya dilakukan untuk masalah yang timbul sebelum atau pada saat perkawinan dilangsungkan, yakni diketahui ada syarat perkawinan yang tak terpenuhi atau ada unsur pemaksaan/ancaman/tekanan. Diketahuinya masalah ini setelah perkawinan dilangsungkan.
Jika masalah syarat-syarat perkawinan tersebut sudah terdeteksi sebelum perkawinan maka solusinya dengan apa yang disebut Pencegahan Perkawinan ke Pengadilan Agama. Nanti pengadilan yang akan memutuskan. Perkawinan tak bisa diteruskan sebelum ada putusan pengadilan.
Alasan pencegahan perkawinan meliputi: perkawinan tidak memenuhi syarat; salah satu calon mempelai di bawah pengampuan—gila, pemboros luar biasa, dll—sehingga berpotensi mengakibatkan kesengsaraan bagi salah satu pihak; atau calon mempelai masih terikat perkawinan yang lain.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. LBH Advokasi Syariah Jakarta utara - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Inspired by Sportapolis Shape5.com
Proudly powered by Blogger